Kapan istilah ‘Influencer Marketing’ mulai populer?
Di era yang sat set dan serba digital ini, marketing dengan media konvensional seperti televisi dan radio sudah bukan lagi menjadi opsi utama untuk memperkenalkan produk/servis dari sebuah brand. ‘Influencer Marketing’ saat ini semakin marak dipilih dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi marketing strategy suatu brand.
Sebenarnya praktik pemasaran dengan menggunakan ‘Influencer Marketing’ sudah ada sejak dahulu, dimana brand menggunakan tokoh terkenal seperti selebriti untuk mempromosikan produk/servis mereka kepada masyarakat umum yang potensial menjadi konsumennya. Orang cenderung mudah dipengaruhi oleh tokoh atau selebriti yang di sukainya. Konsep influence people ini lah yang menjadi mula dari ‘Influencer Marketing’.
Munculnya platform media sosial di awal tahun 2000-an seperti Friendster, MySpace dan Facebook memberikan penyegaran baru di dunia ‘Influencer Marketing’. Orang-orang biasa (non selebriti) dengan jumlah followers banyak mulai menjadi influencer di platform-platform tersebut. Rilisnya Instagram pada 6 Oktober 2010 menjadi titik balik profesi Influencer mulai berkembang pesat. Mereka memiliki ruang untuk berkomunikasi dengan followers dengan berbagi foto dan video secara realtime. Di sinilah istilah Influencer mulai sering didengar dalam strategi promosi atau penyebaran awareness produk/servis suatu brand.
Tidak hanya status ekonomi dan sosial di masyarakat, Influencer juga memiliki strata yang membedakan rate card mereka
Tidak hanya status ekonomi dan sosial di masyarakat yang digolongkan, Influencer juga memiliki strata yang membedakan besaran rate card mereka. Stratifikasi ini dibedakan berdasarkan besaran jumlah followers di akun Instagram atau Tiktok dan spesifikasi yang bisa diberikan kepada brand. Dalam pengelolaan social media untuk klien, IS Creative menyesuaikan Influencer kategori mana yang dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan seperti strategi pemasaran, budget dan goals yang diharapkan. Berikut ini beberapa kategori Influencer berdasarkan jumlah followers-nya:
Nano Influencer
Nano Influencer merupakan Influencer dengan jumlah followers 1.000 hingga 10.000 audience. Karakteristik Nano Influencer biasanya tidak banyak persyaratan untuk bekerjasama dengan brand dan rate card yang relatif miring karena sedang merintis. Jika brand ingin memperkenalkan produk dengan strategi “seolah ramai digunakan banyak orang” namun memiliki budget terbatas, opsi nano influencer cukup efektif.
Micro Influencer
Micro Influencer adalah Influencer dengan jumlah followers 10.000 hingga 50.000. Hampir mirip dengan opsi nano influencer, micro influencer juga masih memiliki followers yang masih spesifik. Memilih bekerjasama dengan micro influencer ini juga cukup efektif jika brand ingin menerapkan strategi “seolah produk/servis ramai digunakan orang-orang”.
Macro Influencer
Macro Influencer memiliki 50.000 hingga 1 juta followers yang mana biasanya memiliki jangkauan yang luas dan pengaruh yang cukup besar terhadap audience-nya. Jenis followers yang jauh lebih beragam baik demografi, usia maupun latar belakang. Jika brand menginginkan penyebaran awareness dalam jangkauan yang luas dari berbagai latar belakang, berkolaborasi dengan Macro Influencer dapat menjadi opsi yang tepat.
Mega Influencer
Sedangkan Mega Influencer memiliki followers di atas 1 juta yang mana biasanya mereka adalah public figure terkenal atau selebritas dengan ketenaran nasional maupun internasional. Mega Influencer memiliki pengaruh yang kuat terhadap opini dan keputusan followersnya sehingga memiliki dampak yang signifikan terhadap brand awareness, citra brand hingga penjualan.
Meskipun demikian, jumlah followers tidak dapat dijadikan patokan utama suatu brand dalam memilih Influencer mana untuk diajak berkolaborasi. Ada aspek lain seperti engagement rate, niche konten, karakter followers yang sesuai dengan produk dan aspek lainnya. Mengapa demikian? Karena tidak menutup kemungkinan, ada oknum influencer dengan followers yang tinggi namun performa akunnya kurang optimal untuk memperkenalkan suatu produk/servis.
Dikira sama aja, Influencer, KOL, dan Content Creator memiliki beberapa perbedaan
Meskipun terlihat hampir sama karena memiliki followers yang banyak, Influencer, KOL dan Content Creator memiliki karakteristik masing-masing.
Influencer adalah seseorang yang populer di media sosial dengan jumlah followers banyak yang memiliki pengaruh terhadap perilaku dan keputusan followersnya. Biasanya konten-konten yang dibuat berupa promosi suatu produk/servis. Influencer cenderung disukai followersnya karena gaya hidup dan bagaimana membangun citra diri lewat konten kreatifnya. Influencer biasanya dapat bekerjasama dengan lebih banyak bidang karena tidak fokus pada bidang-bidang tertentu. Contoh influencer di Indonesia adalah Awkarin, Rachel Vennya, Keannu.
Sedangkan KOL (Key Opinion Leader) adalah individu dengan kapasitas ilmu di bidang tertentu yang mana pendapatnya bisa dipertanggungjawabkan kredibilitasnya. Biasanya KOL memiliki gelar atau certified di suatu bidang. Contoh KOL yang terkenal di Indonesia adalah Dr. Tirta, Chef Renata, Raymond Chin dan lain sebagainya.
Selain Influencer dan KOL ada juga Content Creator. Ia adalah individu yang berfokus dalam konsistensi pembuatan konten berkualitas dan profesional dengan tujuan informasi, edukasi atau hiburan. Niche konten seorang Content Creator biasanya lebih fokus dan spesifik dengan audience tertentu. Seorang Content Creator biasanya memiliki cara tersendiri untuk mengemas konten promosinya dengan pengerjaan yang lebih profesional seperti Jess No Limit, David ‘Gadgetin’ dan Agung Hapsah.
Jadi sebenarnya brand kamu butuh apa? Influencer, KOL atau Content Creator?
Nah, dari uraian di atas apakah sudah ada gambaran kira-kira suatu brand perlu bekerjasama dengan Influencer, KOL atau Content Creator? Hal ini kembali lagi kepada goals apa yang hendak dicapai oleh brand tersebut. Jika ingin membangun awareness kepada audience dengan scope yang besar dan beragam, bekerjasama dengan Influencer atau KOL bisa menjadi pilihan yang tepat. Namun jika ingin membangun strategi pemasaran yang lebih efektif, bekerjasama dengan Content Creator dapat membantu tujuan tersebut.
Misalnya produk suplemen kesehatan akan cenderung mencari KOL yang ahli dibidang kesehatan seperti ahli gizi atau dokter supaya audience lebih yakin terhadap produk tersebut karena seolah mendapatkan rekomendasi dari figure yang terpercaya dibidangnya.
Contoh lainnya, jika produk yang dijual adalah produk popok bayi. Brand direkomendasikan untuk bekerjasama dengan mom & kid influencer atau KOL seperti dokter spesialis anak untuk menjangkau audience yang sesuai dengan produk yang dijual.
Atau jika suatu perusahaan game ingin merilis sebuah game baru di pasaran, perusahaan perlu mencari seorang content creator gaming yang memiliki followers orang-orang yang senang bermain game.
Sebelum menentukan pilihan berkolaborasi dengan Influencer, KOL atau Content Creator, pastikan terlebih dahulu strategi pemasaran dan kampanye yang hendak dijalankan brand supaya dalam pemilihan partner untuk berkolaborasi menjadi lebih efektif.